Suatu ketika guru matematika gue bilang
"Banyak orangtua yang sudah salah mendidik anaknya.."
contoh konkritnya seperti ini:
Ketika si orangtua punya balita imut-imut yang lagi belajar jalan, kesalahan ini sering kali dilakukan. Si anak yang masih nggak berdosa ini jalan eh nggak taunya nabrak meja di depannya yang lebih gede dari badan si anak. Reaksi si anak biasanya menangis, atau teriak sambil menangis memanggil ibunya (sama aja ya). habis itu si orangtua mendekat dan mengelus-elus badan anaknya yang ketatap meja, seraya berkata,
"Wah mejanya nakal yah, (mukul meja) tuh, udah dipukul sama ibu, nggak papa ya.."
Si anak kontan gembira atau tangisnya mereda. Masalah tabrak menabrak meja selesai, tapi masalah karakter anak di masa depannya, belum selesai.
Sekarang begini, dari kasus tersebut memang si Ibu mengajari anaknya untuk tidak mudah menyerah dalam belajar berjalan. namun di sisi lain, justru kata-kata "menyalahkan meja" menjadi bumerang bagi masa depan anak. Meja, hanya sekedar benda mati berjenis kelamin laki-laki yang nggak bisa berjalan apalagi nabrak orang. Meja memang punya kaki, tapi meja tanpa gaya nggak mungkin tiba-tiba menabrak si bocah tadi kan?
Harusnya si Ibu menanamkan kepada anaknya bagaimana cara belajar berjalan yang benar dan menghindari meja, bukan menyalahkan mejanya yang nakal. Mana mungkin meja bisa nakal? sekarang kalau saja meja bisa bicara, dia pasti sudah marah-marah ditabraki si balita yang berjalannya masih membabi buta. Jadi, jika dipandang dari sudut si meja, yang salah jelas si balita seenaknya menabrak dia.
Jika kultur "Menyalahkan meja" terus dilakukan para ibu, karakter buruk dari si anak nggak mungkin terelakkan. karakter si anak akan terbentuk menjadi orang yang suka menyalahkan orang lain, tanpa introspeksi diri bahwa mungkin dirinya sendirilah yang bersalah. Itulah mengapa banyak kasus di Indonesia yang nggak rampung-rampung, ketika si tersangka diminta bersaksi, kebanyakan dari mereka mengelak dan melakukan pembelaan mati-matian. Yang lebih parah lagi, ada ada saja orang yang tidak terima dirinya kalah di pemilu kemudian menuntut rivalnya yang menang. Hah, andai saja para politikus Indonesia seperti Ramos Horta yang dengan besar hati menerima kekalahannya. Mungkin sewaktu kecil, ibunya tidak pernah mengajarkan kultur "Menyalahkan Meja", mungkin.
Ndak yo teori nya bu NH cantik tik ? wkwk *JOS!*
BalasHapusiyaa cantik hahaha :D
Hapus