Ketika ada seekor semut melintasi tangan atau kaki, tentulah geli. Saya suka konyol kalau ada satu ekor semut di tubuh saya. Kalau banyak sih, tidak apa-apa, tapi kalau cuma satu, mau bunuh dosa ek.
Ketika semut tersebut telah menjauhi tubuh saya, tiba-tiba saya berangan-angan bisa berbicara dengan dia.
Saya : Ssst.. mut mut..
Semut: Apa?
Saya : Ngapain kamu jalan sendirian?
Semut: Lah, emang enggak boleh?
Saya : Ya boleh sih, tapi apa enggak takut?
Semut: Ngapain sih takut, takut sama apa?
Saya : Ya kalau kamu terinjak atau gimana gitu tiba-tiba dibunuh.. kan ngeri
Semut: Pada hakikatnya kan kita memang ditakdirkan untuk sendirian, gimana sih kamu? kalau memang tiba-tiba aku terinjak dan mati, ya sudah takdir, namanya juga makhluk kecil.
Saya : Ooh, begitu ya mut, ya sudah, lanjutkan perjalananmu ya, hati-hati.
Semut: Ya
Kalau saja percakapan itu benar-benar terjadi, sayangnya itu semua hanya karangan saya. Saya sendiri masih bertanya-tanya, kapan dan mengapa semut berjalan sendirian, serta ke mana tujuannya. Kalau mereka berkumpul kan, berarti sedang ada sumber makanan, tapi kalau sedang sendirian? apakah dia pergi menemui pacarnya? atau pergi rapat? atau bertemu teman lama? seberapa jauh dia harus berjalan? dari mana dia dapat energi sebanyak itu untuk berjalan sejauh itu?
Manusia bukan semut, dan semut juga bukan manusia. Tapi Tuhan sengaja menciptakan keduanya. Mengapa? Saya yakin semua orang sudah tahu jawabannya.