Selasa, 30 April 2013

Momen Apresiasi

Hari ini saya dan beberapa teman saya dikagetkan oleh sebuah pujian. Mungkin bukan suatu pujian yang besar, lebih seperti respon positif yang membuat saya dan beberapa teman saya besar kepala.

"Nah, ipa 3 persiapannya sudah bagus."

Hanya lima detik, ucapan beliau, rasanya perjuangan saya dan teman-teman selama dua tahun ini berhasil meluluhkan hati seorang seniman.Kami benar-benar merasa dihargai, terlepas dari ekspresi si-ibu yang selalu terlihat cemberut setiap kali menyaksikan kami beraksi. Tadi benar-benar momen yang sangat apresiatif. 

Lain tadi, lain kemarin, dan mungkin 18 hari lagi, ketika kata apresiasi tidak seindah dan semudah tadi siang. Apapun bentuk seni itu, pasti bermakna, entah bagi senimannya atau yang lebih baik bagi seluruh penontonnya. Saya akui, menjadi arsitek panggung seni tidaklah mudah. Membujuk orang untuk mengapresiasi seni pun tidak mudah. Kebanyakan menilai dari jam terbang dan nama besar. Jarang ada yang berpikir bahwa uang tidak jatuh dari pohon seperti daun.

Saya bukan ibu guru seniman yang memiliki selera seni dan kepekaan telinga yang tinggi, hanya saja saya  ingin menyediakan wadah bagi para seniman yang ingin karyanya dilihat. Panggung seni ini bukan tentang kualitas, jam terbang, apalagi nilai. Seni itu bebas, seni itu memiliki jiwa independen, tidak bergantung pada kotak-kotak rigid yang membatasi cara pandang orang yang sempit pikirannya. Seni itu murah, tidak perlu puluhan juta untuk memanggil mereka - orang-orang kaya metropolitan yang hanya naik panggung 30 menit.